JAKARTA, KOMPAS — Masyarakat Maluku dan seluruh Pulau Papua berkesempatan menyaksikan salah satu pemandangan alam yang paling menakjubkan, yakni gerhana Matahari total yang akan melewati wilayah mereka pada Kamis (20/4/2023) mendatang. Wilayah Indonesia lainnya tetap bisa menikmati momen tersebut walau hanya gerhana matahari sebagian.
Fenomena alam ini terjadi saat konfigurasi Bumi-Bulan-Matahari tepat segaris dari posisi-posisi tertentu di permukaan Bumi. Gerhana Matahari total (GMT) terjadi ketika seluruh permukaan Matahari tertutup oleh Bulan. Bayangan Bulan akan jatuh pada posisi di Bumi yang dilewati jalur GMT dan membuatnya gelap sesaat.
Dari tahun 1980-2020, ada tiga GMT yang melewati Indonesia. Pertama, tanggal 11 Juni 1983 yang melintasi Jawa. Kedua, pada 18 Maret 1988 yang melintasi Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Dan terakhir, 9 Maret 2016, melewati Bengkulu, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, dan berakhir di Maluku Utara.
Gerhana Matahari total 20 April 2023 akan sedikit berbeda dengan GMT pada 2016 karena sebagian besar jalur totalitas gerhana akan melewati wilayah perairan dan hanya beberapa wilayah darat di Indonesia yang akan dilewati jalur totalitasnya.
”Tujuh tahun yang lalu kita berkesempatan yang luar biasa sekali menikmati GMT dengan peralatan sederhana. Tahun ini kita berkesempatan lagi sebagai pendidikan bernalar masyarakat,” kata Kepala Observatorium Bosscha, Institut Teknologi Bandung, Premana Wardayanti Premadi, Sabtu (18/3/2023).
Tahun ini, masyarakat bisa menyaksikan GMT mulai pukul 11.47-14.58 waktu Indonesia timur. Puncak gerhana totalnya diperkirakan berlangsung 1 menit 16 detik mulai pukul 13.23 WIT.
Masyarakat dilarang melihat gerhana dengan mata telanjang, perlu kacamata dengan filter khusus yang menyaring 99,9 persen cahaya Matahari. Alat lain, seperti kacamata hitam, film foto, dan film rontgen, tidak bisa digunakan untuk melihat GMT.
Observatorium Bosscha ITB telah menyelenggarakan sejumlah diskusi edukasi untuk menyambut GMT 2023. Mereka juga menyebarkan paket edukasi gerhana yang berisi kacamata matahari dan brosur edukasi ke sejumlah daerah di Indonesia.
Rektor Universitas Multimedia Nusantara Ninok Leksono menjelaskan, GMT adalah peristiwa yang tidak akan terlupakan seumur hidup. Pria yang sudah mengamati empat GMT (1983, 1988, 1995, dan 2016) ini melihat seisi Bumi akan sangat menghormati peristiwa alam tersebut.
Pada saat memasuki fase total, hewan malam (nokturnal) akan berperilaku lebih waspada, suasana akan beralih senyap saat burung berhenti berkicau, ayam dan hewan ternak lain bersiap untuk tidur karena menganggap siang berganti dengan malam.
”Kita akan menyaksikan pemandangan alam yang tidak ada taranya. Saat GMT terjadi, kita seperti berada di alam lain, ketika suhu menurun, angin semilir, hewan-hewan berperilaku aneh, harimau tidak mau menyentuh makanan, sehingga pengalaman keindahan itu tidak akan terlupakan,” kata Ninok.
Astronom Observatorium Bosscha ITB, Muhammad Yusuf, yang pernah melihat GMT 2016 di Sulawesi Tengah mengatakan, para astronom dari sejumlah negara termasuk Indonesia akan berpusat di Lapangan Bola Wonreli di Pulau Kisar, Maluku, untuk mengamati GMT 2023. Di tempat ini, gerhana Matahari total diperkirakan terjadi selama 1 menit 1 detik.
”Kebetulan ini bulan Ramadhan akan berdekatan dengan Hari Raya Nyepi, Lebaran akan berdekatan dengan gerhana Matahari total, ini kita sedang menikmati peristiwa alam yang pas sekali,” kata Yusuf.
Tidak hanya astronom, para fotografer juga akan berburu gerhana Matahari total. Fotografer Syafiudin Vifick telah merencanakan program Rekam Matahari untuk bersama-sama pencinta fotografi dari berbagai tempat mengabadikan peristiwa alam yang bersejarah ini.
Mereka menargetkan bisa merekam GMT dari 500 titik di sejumlah daerah. Sasaran objeknya adalah landmark daerah atau cagar budaya dengan menggunakan teknologi fotografi analog berupa fotografi lubang jarum dengan teknik suryagrafi. Hasil foto-foto itu akan dipamerkan dan dibukukan sebagai lembar sejarah.
sumber :
https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/03/18/menanti-gerhana-matahari-total-20-april-2023-di-indonesia